Bicaranews|Jakarta - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra menyebutkan bahwa Provinsi Sumatra Utara merupakan provinsi terbanyak dalam kasus sengketa pertanahan, berdasarkan data dari Kantor Staf Presiden.
Sebagai contoh, masyarakat yang tinggal di lokasi sengketa tanah terutama di lahan eks HGU PTPN II Sei Malingkar serta lokasi HGU Nomor 92/Sei Mencirim bergumul dengan status sengketa tanah atas tempat tinggal mereka.
Kasus sengketa tanah ini menjadi perhatian bagi Presiden Joko Widodo. Dalam beberapa rapat terbatas dengan kabinetnya, Presiden sudah meminta agar persoalan ini diselesaikan guna memberikan kepastian hukum atas tanah bagi masyarakat.
"Sudah 20 tahun sengketa tanah ini belum selesai. Ini harus kita selesaikan dan perlu transparansi untuk menyelesaikan sengketa tanah. Setiap kepentingan memang perlu kita dengar, akan tetapi kepentingan rakyat harus kita utamakan," kata Wamen ATR Surya Tjandra melalui keterangan di Jakarta, Kamis (27/8).
Surya Tjandra berharap kasus sengketa tanah ini dapat diselesaikan dalam 2 tahun. Hal itu dilakukan melalui pengambilan keputusan yang "win-win" serta menjalin komunikasi dengan setiap masyarakat.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto mengungkapkan bahwa penyelesaian ketiga kasus sengketa tanah itu sudah mulai mengerucut penyelesaiannya dan mendapat apresiasi dari Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil.
"Dalam penyusunan daftar nominatif oleh tim inventarisir dan identifikasi nanti akan kami bantu, yang jelas kita juga perlu mengamankan petugas kita di lapangan," kata Hary Sudwijanto.
Hary menjelaskan tim inventarisasi dan identifikasi di lapangan telah menyiapkan daftar nominatif. Tim ini terus bekerja dengan prinsip jujur dan profesional.
Menurut Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, Sabrina, ada empat kategori yang berhasil dirumuskan berdasarkan inventarisasi tim di lapangan, yang nantinya masuk ke dalam daftar nominatif.
"Pertama, tanah yang dikuasai oleh pensiunan PTPN II, kedua, tanah garapan masyarakat, ketiga, tanah yang dituntut oleh masyarakat dan yang keempat tanah milik lembaga lain," kata Sabrina.
Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maruli Tua mengatakan bahwa sejak tahun 2019, KPK terus memonitor kasus pertanahan, terutama eks HGU PTPN II.
Menurut dia, KPK akan menjalankan tiga fungsi yakni pencegahan, koordinasi serta monitoring, guna menegaskan peran dalam penyelesaian kasus sengketa pertanahan tersebut.
"Tim yang bekerja nantinya akan menemukan bahwa fakta-fakta di lapangan, serta dapat mengurai masalah-masalah yang selama ini menyebabkan sengketa tanah di tanah eks HGU tersebut" ujar Maruli Tua.(ant)
Posting Komentar
0Komentar