Bicaranews.com|MEDAN – Sejumlah akademisi menilai pembangunan bidang pertanian dan pemberdayaan masyarakat desa di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam tiga tahun terakhir terus membaik. Hal tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Wakil Gubernur Musa Rajekshah.
Demikian terungkap dalam Diskusi Panel Ahli, “Kaleidoskop Tiga Tahun Provinsi Sumut Dalam Kepemimpinan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah” digelar di Medan Club, Jalan RA Kartini Medan, Sabtu (4/9) siang hingga sore.
Prof Abdul Rauf dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan, kondisi pembangunan bidang pertanian di Sumut sudah menunjukkan arah yang baik, antara lain dari segi produksi pertanian untuk beberapa komoditi seperti bawang dan kentang. Ia menyoroti peningkatan tersebut tidak terlepas dari keberadaan food estate sebagai lahan konsentrasi pengembangan pertanian.
“Ini sesuatu yang bagus, dimana panen perdana (di food estate) yang lalu itu, hasilnya dianggap baik dengan hasil rata-rata 5,8 ton/hektare untuk bawang putih dan bawang merah, serta kentang 15 ton/hektare,” sebutnya, sembari mengatakan hal tersebut berpotensi untuk ditingkatkan lagi ke depan.
Kata Rauf, panen yang besar itu bisa lebih ditingkatkan lagi hasilnya jika perencanaan pengembangan dilakukan dengan cermat. Sebab, melihat lokasi lahan yang baru dibuka, bahan organik dapat menjadi kunci utama untuk digunakan sebagai pupuk.
Dirinya juga memberikan gambaran perbandingan antara pengunaan pupuk organik/kompos pada tanaman bawang di Humbahas, yakni antara 2 ton/hektare dengan 10 ton/hektare. Hasilnya pupuk organik memberikan pengaruh sangat signifikan bagi tanaman tersebut.
“Apalagi lahan di sana itu bersifat andik, yakni bekas tanaman semak belukar, namanya aleopati, ekstrak akarnya (sisa) bisa membahayakan tanaman lain. Karena itu obatnya adalah bahan organik. Sekaligus Food Estate bisa jadi sumber penghasilan berkelanjutan,” ungkap Rauf, yang juga menyoroti pentingnya jaminan ketersediaan air di tempat-tempat lahan konsentrasi pertanian.
Konsep berkelanjutan itu kemudian menurut Rauf, didukung dengan keberadaan pemroduksi bahan organik tadi. Makanya peternakan sapi misalnya, menjadi penting berada di sekitar kawasan pertanian seperti food estate tersebut. Sebagaimana program sistem pertanian terintegrasi (Sitantri) yang ada di Pemprov Sumut.
“Juga ada potensi pengembangan kawasan agroekowisata sebagai sektor ekonomi kreatif. Misalnya melalui berbagai pemanfaatan pengelolaan sektor pertanian,” katanya.
Sementara dari segi pembangunan di pedesaan, Prof Hamdani Harahap melihat beberapa perkembangan, seperti jumlah desa mandiri sejak dua tahun terakhir. Dari jumlah empat desa di tahun lalu, menjadi sembilan desa mandiri di 2021. Pemerintahan Desa (Pemdes) juga, telah mampu mengelola potensinya sendiri, terutama keberadaan BUMDes sebagai badan usaha bersama milik desa.
“Tetapi memang kendala di BUMDes adalah terkait tata kelola. Hubungannya dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Namun ada juga yang disebabkan karena konflik antara Manajer BUMDes dengan Kepala Desa, mungkin alasan rivalitas pencalonan dan sebagainya,” kata Hamdani, yang merupakan Guru Besar Antrolopogi dari USU tersebut.
Sementara itu, Rektor UISU Yanhar Jamaluddin menyampaikan indeks pembangunan manusia (IPM) memperlihatkan adanya kenaikan, yaitu dari 71,18 (2018), 71,74 (2019) dan 71,77 poin (2020). Ke depan, pemerintah disarankan lebih fokus pada tiga indikator IPM, yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan, sehingga kenaikan IPM bisa lebih signifikan.
“Jadi kedepan bagaimana Pemprov bisa lebih memfokuskan ketiga indikator ini sebagai prioritas,” pungkasnya, dalam acara yang dihadiri Plh Sekretaris Dinas Kominfo Sumut Abdul Azis Batubara, mantan Sekdaprov Sumut R Sabrina dan sejumlah akademisi serta guru besar lainnya. (humas/bn)
Posting Komentar
0Komentar