Temuan Awal: Lembaga Penyelenggara Tidak Jelas
Investigasi yang dilakukan oleh tim media mengungkapkan bahwa Kegiatan tersebut adalah hasil prakarsa dari DPC APDESI dan DINAS PEMBERDAYAAN MASYRAKAT dan DESA Kabupaten Langkat dan Lembaga penyelenggara kegiatan, yang dikenal dengan nama "Mayor" diduga tidak memiliki legalitas dan sertifikasi yang memadai. Lembaga ini tidak terdaftar sebagai Lembaga Khusus Pelatihan (LKP) dan juga tidak memiliki Tanda Uji Kompetensi (TUK).
Lebih lanjut, saat tim media menginformasikan ke beberapa perwakilan peserta yang mengikuti acara tersebut di Hotel Grand Mercure Jalan Sutomo Medan. Mereka menyampaiakan bahwa, "Kami sebenarnya dilema, Ikut salah, bila tidak ikut desa kami di tekan". Ungkap salah seorang peserta yang meminta namanya tidak di sebutkan.
Kegiatan yang Tersembunyi dari Sorotan Media
Berdasarkan informasi yang diperoleh, kegiatan Bimtek ini diikuti oleh lebih dari 480 peserta yang berasal dari 240 desa di Kabupaten Langkat. Setiap peserta dikenakan biaya registrasi sebesar Rp 5.000.000, yang berarti total biaya yang terkumpul mencapai Rp 2.4 miliaran rupiah. Menariknya, para peserta ditempatkan di dua hotel berbeda selama kegiatan berlangsung. Langkah ini diduga dilakukan untuk menghindari perhatian media dan meminimalisir sorotan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
Reaksi Aparat Penegak Hukum dan Pejabat Terkait
Sayangnya, hingga saat ini, aparat penegak hukum dan pejabat terkait, termasuk PJ Bupati Faisal dan Kabid Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Selfian Ardy saat di konfirmasi media enggan memberikan klarifikasi atas adanya dugaan ketidakberesan ini. Sikap diam tersebut menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang merasa bahwa kegiatan ini hanya menjadi ajang penyalahgunaan dana desa.
Di sisi lain, pihak Kejaksaan Negeri Langkat belum dapat di konfirmasikan, hingga berita ini disiarkan, belum ada tindakan konkret yang diambil.
Desakan Masyarakat untuk Transparansi
Para Kepala Desa dan masyarakat setempat kini menuntut transparansi penuh dan akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat. Mereka menginginkan kejelasan mengenai penggunaan dana desa yang seharusnya diprioritaskan untuk kepentingan warga desa, bukan untuk keuntungan segelintir oknum.
Investigasi lebih lanjut dan pengawasan ketat dari pihak berwenang sangat diperlukan untuk memastikan bahwa anggaran desa benar-benar digunakan sesuai dengan peruntukannya, demi kesejahteraan masyarakat desa. Kasus ini bisa menjadi momentum penting untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa di Indonesia. (Yd/Sf/Bn)
Posting Komentar
0Komentar