Proyek Smart Airport tahun 2017 yang bernilai Rp 34,3 miliar melibatkan pekerjaan seperti sistem manajemen troli, banner digital, dan sistem survei cerdas. LD selaku subkontraktor diduga menerima keuntungan tidak sah sebesar Rp3,7 miliar, sementara Y yang bertanggung jawab pada sistem pengelolaan suhu dan air menyebabkan kerugian negara hingga Rp797 juta karena peralatan yang tidak berfungsi.
Kejati Sumut menyebut, PT Angkasa Pura Solusi, penyedia utama proyek, menunjuk subkontraktor tanpa persetujuan tertulis dari PT Angkasa Pura II. Modus yang ditemukan meliputi markup harga dalam pembuatan harga perkiraan sendiri (OE) dan penunjukan subkontraktor yang tidak sesuai prosedur.
Kerugian negara dari proyek ini yang mencapai lebih dari Rp4,5 miliar telah dikembalikan pada Senin (9/12/2024) dan disetorkan ke rekening pemerintah. Namun, proses hukum terhadap kedua tersangka tetap berjalan.
Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre W Ginting, SH, MH menjelaskan, penahanan dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. “Kedua tersangka ditahan selama 20 hari, mulai 9 hingga 28 Desember 2024, di Rutan Kelas I Medan,” ujarnya.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang mengatur pidana bagi pelaku korupsi yang merugikan negara.
Kasus ini menambah daftar tersangka dalam skandal Smart Airport setelah sebelumnya lima orang telah ditahan. Kejati Sumut menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas kerugian negara. (Ril/Bn)
Posting Komentar
0Komentar