Ketua Program Studi Antropologi Sosial, dalam sambutan pembukaannya, menekankan pentingnya membahas isu gender, khususnya dalam karya seni seperti film dan novel. "Produksi seni, sebagai produk kebudayaan, kerap merefleksikan bagaimana masyarakat memandang gender," ujarnya.
Acara ini menghadirkan Prof. Nurman Achmad, guru besar baru Prodi Antropologi Sosial, yang membahas variasi ketidakadilan gender di berbagai belahan dunia. "Kesetaraan gender hingga kini masih sulit dicapai karena beragamnya bentuk ketidakadilan yang terjadi," ungkapnya.
Seminar ini mengulas film dan novel yang dianggap mengkritisi norma gender di masyarakat. Salah satu pembahasan menarik datang dari Ceslaus I Manalu, yang menganalisis film "Ngeri-Ngeri Sedap". Menurutnya, film ini menonjolkan norma ketidaksetaraan gender melalui penggambaran peran perempuan dalam budaya Batak.
Sebanyak 15 penyaji turut menyampaikan analisis mereka, dengan penilaian dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Lode Wijk Pandapaton Girsang, S.Sos., M.A. Seminar ini juga memberikan penghargaan kepada penyaji terbaik sebagai bentuk apresiasi.
Pendamping pelaksana seminar, Dr. Fotarisman Zaluchu, berharap kegiatan ini mampu memperluas wawasan peserta. “Kami akan terus menggelar seminar kreatif seperti ini agar mahasiswa terbiasa mendalami isu-isu penting,” katanya.
Seminar ini sepenuhnya dikelola oleh mahasiswa, dengan Nadya Fortuna (angkatan 2022) sebagai ketua panitia. Kegiatan ini menjadi langkah awal dalam menciptakan diskusi akademis yang relevan dan inspiratif bagi mahasiswa Prodi Antropologi Sosial USU. (Dedhu/Bn)
Posting Komentar
0Komentar