

Bicaranews.com | MEDAN – Kepala Urusan Pertanahan Kesultanan Deli, Prof. Dr. OK Saidin Gelar Datuk Seri Amar Lela Cendekia, menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah tetap harus mengacu pada alas hak yang sah, meskipun status tanah disebut sebagai “Tanah Negara Bebas”.
Pernyataan ini menanggapi pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang sebelumnya menyebutkan bahwa 5.873 hektare lahan eks HGU PTPN di Sumatera Utara kini telah menjadi tanah negara bebas.
“Status tanah negara bukan berarti tanah itu bebas tanpa syarat. Tetap ada prosedur, dasar hukum, dan kriteria yang harus dipenuhi,” ujar OK Saidin di Medan, Jumat (9/5/2025).
Ia mengingatkan bahwa pemberian hak atas tanah tersebut harus tetap mengacu pada keputusan TIM B Plus dan SK BPN seperti Nomor 42/BPN/2002 hingga 10/BPN/2004, yang menjadi landasan sah dalam proses redistribusi atau penetapan hak baru.
Menurutnya, yang justru harus diwaspadai adalah praktik penyelundupan dan pemalsuan alas hak. Jika tidak hati-hati, status tanah negara bisa disalahgunakan untuk melegalkan pihak-pihak yang sebetulnya tidak berhak.
“Jangan sampai orang yang tidak punya dasar tiba-tiba mengklaim sebagai pemilik. Ini bisa jadi ladang subur bagi mafia tanah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 hanya mengenal dua jenis tanah yang dikuasai negara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Konsep “tanah negara bebas” dinilai belum memiliki dasar hukum yang jelas dalam sistem agraria nasional.
“Kalau dimaknai bebas begitu saja, ini bisa memicu konflik baru di lapangan dan merugikan masyarakat,” tambahnya.
Dengan demikian, Prof. OK Saidin mendorong agar setiap proses pemberian hak atas tanah tetap mengikuti koridor hukum, agar tidak membuka ruang bagi penyimpangan dan potensi konflik agraria di kemudian hari. (*)
