

Bicaranews.com | MEDAN – Jejak sejarah Suku Karo sebagai bagian dari peradaban maritim Nusantara mulai disingkap melalui simposium akademik yang digelar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU) bekerja sama dengan Karo Foundation, Kamis (8/5/2025).
Digelar di Aula FIB USU dan dihadiri ratusan peserta, kegiatan ini mempertemukan para akademisi, peneliti, dan tokoh masyarakat dalam menggali keterkaitan historis antara Kerajaan Aru dan identitas budaya masyarakat Karo. Sejumlah tokoh hadir, di antaranya Bupati Karo Antonius Ginting, Wakil Bupati Deli Serdang Lom Lom Suwondo, Ketua Umum Karo Foundation Mayjen TNI (Purn) Musa Bangun, dan Wakil Rektor III USU Prof. Poppy Anjelisa.
“Kerajaan Aru adalah kerajaan maritim besar yang pernah menguasai jalur perdagangan hingga ke Cina dan Selat Malaka. Ada potensi besar bahwa Suku Karo merupakan bagian penting dari sejarah itu,” ujar Sekjen Karo Foundation, Analgin Ginting.
Simposium ini menjadi tonggak awal upaya memberi legitimasi akademik atas narasi sejarah yang selama ini kurang terdokumentasi. Karo Foundation menegaskan komitmennya untuk mendorong penelitian lanjutan—terutama oleh mahasiswa Karo—guna memperkuat pemahaman budaya dan peradaban nenek moyangnya.
“Generasi muda Karo perlu tahu bahwa mereka berasal dari bangsa pelaut hebat. Keberhasilan banyak orang Karo di dunia kemaritiman saat ini, tak lepas dari warisan itu,” imbuh Analgin.
Dekan FIB USU Prof. T. Thyrhyaya menambahkan, fakultasnya siap menjadi pusat kajian budaya dan sejarah Karo, bahkan membuka peluang kolaborasi hingga ke tingkat internasional.
Sementara itu, Ketua Karo Foundation Musa Bangun berharap simposium ini menjadi pemicu kesadaran sejarah yang lebih luas. “Masih banyak orang Karo tidak tahu tentang Kerajaan Aru. Lewat kajian ini, kita ingin mengembalikan identitas yang kuat untuk melangkah ke masa depan,” katanya.
Wakil Rektor III USU Prof. Poppy Anjelisa menyebut kegiatan ini juga menjadi bagian dari branding akademik USU dalam mengangkat kearifan lokal menuju internasionalisasi.
Simposium ini tak hanya menyoroti masa lalu, tetapi juga menyalakan semangat baru untuk menggali sejarah, memperkuat identitas, dan menghidupkan kembali peradaban Karo dalam bingkai ilmiah dan kebanggaan budaya. (*)
