

Bicaranews.com | TAPUT – Sebanyak 300 kain ulos antik dipamerkan dalam acara Jambarta Ulos and Artefact yang berlangsung di Piltik Cafe, Siborong-borong, Taput. Pameran ini berlangsung dari Desember 2024 hingga Mei 2025, dengan koleksi ulos yang dipamerkan secara bergilir setiap dua bulan.
Menghargai Warisan Budaya
Desainer Torang Sitorus, penggagas acara ini, ingin pameran ini menjadi momen bagi masyarakat Toba untuk lebih menghargai warisan budaya mereka.
“Sudah waktunya masyarakat Toba lebih bangga dengan ulos. Selama 22 tahun perjalanan saya, banyak orang, termasuk selebriti, memakai ulos. Sekarang saatnya masyarakat sendiri lebih menghargai hasil karya mereka,” ujar Torang, Jumat (21/2/2025).
Pameran ini dibagi dalam tiga era:
1. Masa Lalu – Menampilkan ulos antik berusia ratusan tahun dari koleksi pribadi Torang.
2. Masa Kini – Memperlihatkan ulos yang sudah direvitalisasi.
3. Masa Depan – Memamerkan ulos yang telah diolah menjadi busana oleh desainer ternama.
Membawa Ulos ke Dunia Internasional
Torang menjelaskan bahwa selama dua tahun terakhir, misinya adalah membawa ulos ke tingkat internasional.
“Dari 2024-2025, kami lebih banyak mengadakan pameran di luar negeri. Di Indonesia, ulos sudah cukup dikenal, dan banyak yang menggunakannya. Sekarang, kami ingin ulos dikenal lebih luas lagi, termasuk oleh desainer dunia,” jelasnya.
Selain ulos, pameran ini juga menghadirkan berbagai artefak budaya Batak, seperti gorga, singa-singa, tunggal panaluan, dan saham. Semua benda tersebut berasal dari koleksi pribadi Torang yang selama ini disimpan.
“Banyak benda ini sudah hilang karena berada di tangan kolektor. Saya ingin memperkenalkannya kembali di Toba agar masyarakat lebih menjaga warisan budaya kita,” tambahnya.
Seni sebagai Penggerak Kemajuan
Edward Tigor Siahan, pemilik Piltik Coffee, yang menjadi lokasi pameran ini, meyakini seni bisa menjadi kunci kemajuan daerah.
“Kita ingin memajukan kampung kita lewat seni. Seni bisa membawa kegembiraan, menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu dengan semangat,” kata Tigor, didampingi istrinya, Vera Hutauruk.
Tigor menekankan bahwa pameran ini bukan hanya soal seni, tapi juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kerapihan.
“Kita harus sadar bahwa sawah, danau, gunung, dan air terjun bukan hanya pemandangan indah, tapi juga punya nilai ekonomi. Kalau masyarakat sadar dan mendukung pariwisata, ekonomi daerah bisa berkembang,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara seniman, masyarakat, dan pemerintah dalam mendukung seni dan budaya.
“Pemerintah bisa membangun infrastruktur dan regulasi, sementara masyarakat dan seniman berkontribusi lewat kreativitas. Kalau kita kompak, perubahan besar pasti bisa terjadi,” pungkasnya. (*)
